Mengenai PT, M. Yahya
Harahap, S.H. dalam bukunya yang berjudul Hukum Perseroan Terbatas
(hal. 57) mengatakan bahwa PT merupakan badan hukum yang mempunyai ciri
personalitas, yaitu:
1. Perseroan
merupakan wujud atau entitas (entity) yang “terpisah” dan “berbeda” dari
pemiliknya dalam hal ini dari pemegang saham (separate and distinct from its
owner);
2. Dengan demikian
secara umum, eksistensi dan validitasnya, tidak terancam oleh kematian,
kepailitan, penggantian atau pengunduran individu pemegang saham.
Ciri personalitas yang demikian diatur pada Pasal
3 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”) dalam bentuk “pertanggungjawaban terbatas”
pemegang saham atas utang Perseroan. Menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) UUPT,
ketentuan tanggung jawab terbatas, merupakan penegasan ciri personalitas
Perseroan bahwa pemegang saham terpisah tanggung jawabnya sebatas apa yang
disetornya kepada Perseroan dengan harta pribadinya.
Lebih lanjut, M. Yahya Harahap (Ibid,
hal. 71) menjelaskan bahwa Perseroan sebagai badan hukum adalah mahluk hukum (a
creature of the law), yang memiliki hal-hal berikut ini:
1. Kekuasaan (power)
dan kapasitas yang dimilikinya karena diberikan hukum kepadanya, dan berwenang
berbuat dan bertindak sesuai dengan kewenangan yang diberikan, dalam Anggaran
Dasar (AD);
2. Mempunyai
kekuasaan yang diatur secara tegas (express power) seperti untuk
memiliki kekayaan, menggugat dan digugat atas nama Perseroan;
3. Tetapi ada juga
kekuasaan yang bersifat implisit (implicit power), yakni berwenang
melakukan apa saja, asal dilakukan secara reasonable dan penting (reasonably
necessary) untuk Perseroan, seperti menguasai atau mentransfer barang,
meminjamkan uang, memberi sumbangan, dan sebagainya.
Perlu diketahui bahwa pemisahan kekayaan
Perseroan dengan pemilik atau pemegang saham terjadi sejak Perseroan mendapat
keputusan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM (sejak PT menjadi badan hukum).
Jadi, pada dasarnya direksi yang sekaligus
pemegang saham mayoritas tidak dapat melakukan pemindahan uang perusahaan ke
rekening pribadinya jika tidak terdapat dasar yang jelas atas pemindahan uang
perusahaan tersebut (perjanjian antara perusahaan dengan direksi sekaligus
pemegang saham tersebut).
Jika tidak terdapat perjanjian antara
perusahaan dengan direksi sekaligus pemegang saham (pemegang saham A) tersebut,
maka biaya yang telah ditanggung oleh pemegang saham A untuk pemegang saham B
tidak dapat dibebankan kepada perusahaan dan hanya menjadi beban dari pemegang
saham A sendiri.
Tindakan pemindahan uang perusahaan ke
rekening pribadi pemegang saham A tanpa dasar yang jelas (misalnya perjanjian)
dapat dikatakan sebagai tindakan memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan
pribadi. M. Yahya Harahap (Ibid, hal. 78) mengatakan bahwa dalam teori
dan praktik alasan ini dikategori dominan, yaitu pemegang saham yang
bersangkutan dominan atau berkuasa mengatur atau mengontrol Perseroan.
Selanjutnya dominasi itu dipergunakan pemegang saham untuk “tujuan yang tidak
wajar” (inproper purpose).
No comments:
Post a Comment