Kepemilikan Property oleh WNA Diatur Lebih Lanjut
sumber : hukumonline.com
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (“Menteri”) telah menerbitkan Peraturan No. 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“Peraturan 2016”).
Peraturan 2016 diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“Peraturan 2015”),[1] karena membutuhkan pedoman lebih lanjut mengenai pengaturan orang asing yang berdomisili di Indonesia (“Orang Asing”) dan bermaksud untuk memiliki properti hunian, serta melepaskan atau mengalihkan hak kepemilikan properti hunian tersebut.
Sebelumnya permasalahan ini diatur dalam Peraturan Menteri No. 7 tahun 1996, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri No. 8 tahun 1996 (secara bersama-sama disebut sebagai “Peraturan 1996”).
Kepemilikan Properti
Orang Asing yang tinggal, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia, atau yang secara umum dianggap memiliki manfaat bagi negara, kini diperbolehkan untuk memiliki properti berdasarkan hak atas tanah berupa hak pakai,[2] sepanjang Orang Asing tersebut memiliki izin tinggal yang masih berlaku.[3]
Peraturan 2016 menetapkan dua jenis properti yang dapat dimiliki oleh Orang Asing, yaitu:[4]
a. Rumah tunggal yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan, atau hak milik; atau
b. Satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara.
Patut dicatat bahwa Orang Asing hanya dapat membeli rumah atau satuan rumah susun langsung dari pihak pengembang atau pemilik tanah. Dengan kata lain, Orang Asing dilarang untuk membeli rumah dari tangan kedua.[5] Selain itu, Orang Asing hanya dapat membeli properti dengan batasan harga minimal tertentu. Batasan harga ini dibedakan lebih lanjut berdasarkan jenis dan lokasi properti yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:[6]
Peraturan 2016 diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“Peraturan 2015”),[1] karena membutuhkan pedoman lebih lanjut mengenai pengaturan orang asing yang berdomisili di Indonesia (“Orang Asing”) dan bermaksud untuk memiliki properti hunian, serta melepaskan atau mengalihkan hak kepemilikan properti hunian tersebut.
Sebelumnya permasalahan ini diatur dalam Peraturan Menteri No. 7 tahun 1996, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri No. 8 tahun 1996 (secara bersama-sama disebut sebagai “Peraturan 1996”).
Kepemilikan Properti
Orang Asing yang tinggal, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia, atau yang secara umum dianggap memiliki manfaat bagi negara, kini diperbolehkan untuk memiliki properti berdasarkan hak atas tanah berupa hak pakai,[2] sepanjang Orang Asing tersebut memiliki izin tinggal yang masih berlaku.[3]
Peraturan 2016 menetapkan dua jenis properti yang dapat dimiliki oleh Orang Asing, yaitu:[4]
a. Rumah tunggal yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan, atau hak milik; atau
b. Satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara.
Patut dicatat bahwa Orang Asing hanya dapat membeli rumah atau satuan rumah susun langsung dari pihak pengembang atau pemilik tanah. Dengan kata lain, Orang Asing dilarang untuk membeli rumah dari tangan kedua.[5] Selain itu, Orang Asing hanya dapat membeli properti dengan batasan harga minimal tertentu. Batasan harga ini dibedakan lebih lanjut berdasarkan jenis dan lokasi properti yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:[6]
Peraturan 2016 juga mensyaratkan bahwa setiap pembelian rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik hanya dapat dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Perjanjian ini kemudian harus dicatatkan dalam dokumentasi tanah yang bersangkutan (berupa buku tanah dan sertifikat hak atas tanah).[7]
Sebelumnya, Orang Asing tidak perlu memiliki izin tinggal dalam rangka: (i) membangun atau membeli rumah di atas tanah hak pakai atas tanah negara atau tanah hak milik, tanah hak sewa untuk bangunan, atau tanah hak milik; atau (ii) membeli satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah negara. Terlebih lagi, Peraturan 1996 tidak mengatur mengenai pembelian rumah atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pengelolaan oleh Orang Asing.[8]
Peraturan 1996 tidak memuat ketentuan mengenai Orang Asing yang bermaksud membeli properti baru secara langsung dari pengembang atau pemilik tanah (pembelian tangan pertama) maupun batasan harga untuk jenis properti yang berbeda. Akan tetapi, Peraturan 1996 menyatakan bahwa Orang Asing dilarang untuk memiliki sebidang property yang termasuk jenis rumah sederhana dan sangat sederhana.[9]
Peralihan dan Pelepasan Hak Kepemilikan Properti
Properti yang dibeli oleh Orang Asing juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Namun patut dicatat bahwa Orang Asing wajib mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak berikut sebelum properti tersebut dapat dijadikan jaminan:[10]
a. Pemegang hak milik, jika properti yang akan dibebani hak tanggungan dibangun di atas tanah hak pakai atas hak milik;
b. Pemegang hak pengelolaan, jika properti yang akan dibebani hak tanggungan dibangun di atas tanah hak pakai atas hak pengelolaan.
Selain jaminan hak tanggungan, Orang Asing juga dapat mengalihkan hak kepemilikan properti mereka. Dalam hal pengalihan yang terjadi akibat pewarisan, ahli waris Orang Asing tersebut harus mempunyai izin tinggal di Indonesia yang masih berlaku.[11] Orang Asing, atau ahli warisnya, juga wajib melepaskan atau mengalihkan hak kepemilikan properti mereka kepada pihak lain yang memenuhi syarat dalam jangka waktu paling lambat satu tahun apabila tidak lagi memiliki izin tinggal yang sah, atau apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak berdasarkan keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.[12]
Jika kepemilikan properti tersebut belum dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka langkah-langkah berikut dapat dilakukan:[13]
a. Untuk rumah yang dibangun di atas tanah hak pakai: rumah tersebut akan dilelang oleh negara dan hasilnya diberikan kepada pemilik rumah yang terakhir;
b. Untuk rumah yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah hak milik: status kepemilikan tanah akan dialihkan kepada pemegang hak milik.
Peraturan 1996 tidak memuat ketentuan tentang peralihan atau pelepasan hak kepemilikan properti oleh Orang Asing yang dikemukakan di atas. Namun, Peraturan 1996 memperbolehkan properti tersebut untuk disewakan kepada perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian.[14]
Peraturan 2016 mencabut dan menggantikan Peraturan 1996.
Peraturan 2016 diterbitkan pada tanggal 21 Maret 2016.
Link Peraturannya ini:
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015
[1]Untuk keterangan lebih lanjut tentang peraturan ini, lihat ILB No. 2797 dan ILD No. 446.
[2]Hak atas tanah ini memberikan pemililknya hak untuk menggunakan serta memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain berdasarkan hak atas tanah berupa hak milik. [Pasal 41 (1), Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria].
[3]Pasal 1 (1) dan Pasal 2 (1) dan (2), Peraturan 2015 | Untuk informasi lebih lanjut mengenai izin tinggal orang asing, lihat ILB No. 2450 dan ILD No. 307.
[4]Pasal 1 (1) dan (2), Peraturan 2016.
[5]Pasal 2 (1), Peraturan 2016.
[6]Pasal 2 (2), Peraturan 2016.
[7]Pasal 1 (3) dan (4), Peraturan 2016.
[8]Pasal 2 (1), Peraturan 1996.
[9]Pasal 2 (2), Peraturan 1996.
[10]Pasal 4, Peraturan 2016.
[11]Pasal 5, Peraturan 2016.
[12]Pasal 6 (1) dan (2), Peraturan 2016.
[13]Pasal 6 (3) sampai (5), Peraturan 2016.
[14] Pasal 3, Peraturan 1996.
No comments:
Post a Comment