Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran diundangkan untuk mengatur praktik kedokteran
dengan tujuan agar dapat memberikan perlindungan kepada pasien,
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan
kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Pasal 1 ayat
(11) Undang-Undang Praktik Kedokteran juga menyebutkan bahwa profesi
kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu keilmuan, kompetensi yang
diperoleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat
melayani masyarakat. Dan sehubungan dengan profesi kedokteran yang
bersifat melayani tersebut, maka terhadap sifat melayani itulah profesi
dokter atau tenaga medis harus berhadapan dengan hak-hak masyarakat.
Oleh karenanya, jika terjadi dugaan atau indikasi adanya pelanggaran
terhadap hak-hak masyarakat, dokter harus berhadapan dengan laporan atau
pengaduan hukum dari masyarakat sebagai pengguna jasa kesehatan.
Terkait hal diatas, maka Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah menjawab kebutuhan
masyarakat akan adanya aturan yang mengatur mengenai praktik kedokteran.
Dan berdasarkan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, dokter atau
dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran memiliki kewajiban
sebagai berikut :
- Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;
- Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;
- Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien meninggal dunia;
- Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
- Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Sedangkan terhadap pasien sendiri, dalam
Pasal 55 juga disebutkan hak-hak pasien dalam sebuah praktik
kedokteran, antara lain adalah :
- Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis;
- Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
- Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
- Menolak tindakan medis; dan
- Mendapatkan isi rekam medis.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 juga
mengatur mengenai disiplin profesi. Dan Undang-Undang pun mendirikan
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang bertugas
menerima pengaduan, memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin
dokter. Sanksi yang diberikan oleh MKDKI adalah berupa peringatan
tertulis, rekomendasi pencabutan STR dan/atau SIP (Surat Ijin Praktek),
dan kewajiban mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu. Undang-Undang
Praktik Kedokteran ini pada akhirnya mengancam pidana bagi mereka yang
berpraktik tanpa STR dan atau SIP, mereka yang bukan dokter tetapi
bersikap atau bertindak seolah-olah seorang dokter, dokter yang
berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak memasang papan praktik atau
tidak memenuhi kewajiban dokter. Dan pidana lebih berat diancamkan
kepada mereka yang mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR dan/atau
SIP.
Istilah sebagaimana yang disebutkan
diatas dikenal dengan malpraktik, dimana pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan seorang dokter dalam melakukan profesinya, menimbulkan
kerugian bagi oranglain. Berikut dibawah ini, 2 (dua) bentuk malpraktik
jika ditinjau dari segi etika profesi dan hukum, yakni :
Malapraktik Etika
Malapraktik yang dilakukan seorang
dokter apabila dokter melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika
kedokteran sebagaimana tercantum di dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia
(Kodeki).
Malapraktik Yuridis
- Malapraktik perdata, yakni terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian (wanprestasi) di dalam transaksi tarapetik oleh dokter atau tenaga medis lainnya. Selain itu, terjadi perbuatan melangar hukum yang menimbulkan kerugian terhadap si pasien.
- Malapraktik pidana, yakni terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat dokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atau kurang cermat dalam melakukan upaya medis.
- Malapraktik administrasi, yakni terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lainnya melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, misalnya, menjalankan praktik dokter tanpa lisensi atau ijin praktek, melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau ijinnya, menjalankan praktik dengan ijin yang sudah kadaluarsa, dan menjalankan praktik tanpa membuat catatan medik
Pengertian malpraktik medis menurut World Medical Association (1992) adalah: "medical
malpractice involves the physician's failure to conform to the standard
of care for treatment of the patient's condition, or lack of skill, or
negligence in providing care to the patient, which is the direct cause
of an injury to the patient." Definisi tersebut dari segi hukum dapat ditarik pemahaman bahwa malpraktik dapat terjadi karena tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-mahiran ataupun ketidak-kompetenan yang tidak beralasan. Professional misconduct
yang merupakan kesengajaan dapat dilakukan dalam bentuk pelanggaran
ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi, hukum administratif, serta
hukum pidana dan perdata, contohnya seperti melakukan kesengajaan yang
merugikan pasien, fraud, "penahanan" pasien, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal, euthanasia, penyerangan seksual, misrepresentasi atau fraud, keterangan palsu, menggunakan iptekdok
yang belum teruji atau diterima, berpraktik tanpa SIP, berpraktik di
luar kompetensinya, dan hal-hal lainnya. Kesengajaan tersebut tidak
harus berupa sengaja mengakibatkan hasil buruk bagi pasien, namun yang
penting adalah lebih ke arah deliberate violation atau kaitannya dengan motivasi.
Kelalaian medik yang merupakan salah
satu bentuk dari malpraktik medis, merupakan bentuk malpraktik medis
yang kerap terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang
dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi)
yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi
yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Dan sebuah kelalaian
dapat terjadi kedalam 3 (tiga) bentuk, yakni sebagai berikut :
- Malfeasance berarti melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tidak tepat/layak (unlawful atau improper), contohnya seperti melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai (pilihan tindakan medis tersebut sudah improper).
- Misfeasance berarti melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat (improper performance), contohnya seperti melakukan tindakan medis dengan menyalahi prosedur.
- Nonfeasance berarti tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban baginya.
Dan berdasarkan pelanggaran-pelanggaran
medis yang kerap terjadi, berikut dibawah ini merupakan tata cara
pengaduan dan proses pemeriksaan terhadap pelanggaran yang dilakukan
oleh dokter, dokter gigi atau Tenaga Medis, antar lain sebagai berikut :
- Pengaduan adalah setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi, dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadu secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Indonesia (MKDKI).
- Surat pengaduan harus memuat antara lain, indentitas pelaku, nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan, serta alasan-alasan pengaduan tersebut.
- Pengaduan tersebut tidak menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
- MKDKI memeriksa dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
- Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, MKDKI meneruskan pengaduan pada organisasi profesi, dalam hal ini Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
- Keputusan MKDKI mengikat dokter, dokter gigi, dan konsil kedokteran Indonesia.
- Keputusan yang dikeluarkan dapat berupa, dinyatakan bersalah dengan saksi disiplin atau dinyatakan tidak bersalah.
- Sanksi disiplin yang diberikan dapat berupa, pemberian peringatan tertulis, rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat ijin praktik, atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan atau kedokteran gigi.
No comments:
Post a Comment