#hukum_indah


“... Studies of Law is not always could be in theory ...
because the Law is essentially the logic ....
And the law isn't a rote course only ....

Translate

October 10, 2016

REKAMAN SUARA DAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI / VOICE AND CCTV RECORDED AS EVIDENCE

Mumpung ramai tentang CCTV atau merekam suara yang dijadikan alat bukti dalam hukum Indonesia.. maka mari sama2 kita telaah.. 

#hukum_indah

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik “UU ITE”), UU ITE telah mempertegas kedudukan rekamanCCTV/Suara sebagai salah satu InformasiElektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah. Oleh karena itu, rekaman telepon/cctvdapat saja dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara perdata maupun pidana.

Based on the provision of Article 5 of Law Number 11 Year 2008 on Electronic Information and Transaction (“ITE Law”), ITE Law has reiterated the function of CCTV/Voice recording as a type of Electronic Information which may be used as evidence which adds to valid exhibits. Therefore phone recording/cctv may be treated as evidence in civil and criminal cases.  

Pengaturan tindak pidana cyber dalam konteks hukum materil mengacu pada European Convention on Cybercrime, 2001. Pasal 31 UU ITE mengatur mengenai intersepsi ilegal, sebagai berikut.
 Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Regulation of cyber crimes in substantive law refers toEuropean Convention on Cybercrime, 2001. Article 31 of the ITE Law regulates illegal interception as follows.
 Article 31
(1) Any person who  intentionally, unlawfully and illegally intercepts or records Electronic Information and/or Document in other person Computer and/or certain Electronic System.
(2) Any person who  intentionally, unlawfully and illegally intercepts transmission of non-public Electronic Information and/or Document from, to and inside other person Computer and/or Electronic System, whether resulting in no or any modification, deletion or obstruction of transmitted Electronic Information and/or Document.
(3) Except for interception as intended in paragraphs (1) and (2), interceptions in the context of law enforcement upon request from police,  public prosecutor upon police request, or other law enforcers stipulated by laws.

 Penjelasan Pasal 31 UU ITE mengatur bahwa: 
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Elucidation of Article 31 sets forth that: 
interception or bugging” shall be the act of listening, taping, diverting, modifying, inhibiting and/or recording non-public Electronic Information and/or Document transmission by cable or wireless communication network, such as electromagnetic relay or radio frequency.

Berdasarkan definisi yang diatur dalam UU ITE maka realita berupa suara atau kejadian yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera bukanlah data elektroik, bukan Informasi Elektronik dan bukan Dokumen Elektronik. Kamera atau tape recorder tersebut merekam kejadian atau suara dengan mengubahnya menjadi Informasi dan Dokumen Elektronik.

Based on definition set forth in ITE Law, reality in the form of voice or events recorded in a tape recorder or camera does not constitute electronic data, information and document. Such camera or tape recorder records events or voices by changing them into Electronic Information and Document.

Dengan perkataan lain suara yang diucapkan pada waktu kejadian masih belum termasuk dalam Informasi atau Dokumen Elektronik. Oleh karena itu,perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan kamera, CCTV, ataupun Tape Recording yang dimaksud bukanlah termasuk dalam pelanggaran Pasal 31 UU ITE.

In other words, voices spoken during the event cannot yet be categorized as Electronic Information or Document. Therefore direct recording of real events by camera, CCTV or tape recording cannot be deemed as breach of Article 31 of ITE Law.

Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa dalam sistem hukum di Indonesia belum terdapat pengaturan yang tegas apakah perekaman suara atau kejadian tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak atau cukup salah satu pihak saja.

It has to be considered as well that in Indonesian legal system, there is yet an express regulation as to whether a recording of voice or event is made based on mutual agreement or unilaterally.

Berdasarkan perundang-undangan yang sayatelaah, tidak ada ketentuan yang secara tegas melarang perekaman pembicaraan tanpa adanya persetujuan dari semua pihak. Artinya,dalam sistem hukum di Indonesia, dimungkinkan seseorang untuk merekam pembicaraan melalui handphone hanya  dengan persetujuan salah satu pihak (One-party consent ).

Based on the laws and regulations I have reviewedthere is no provision expressly prohibiting recording of conversation without the agreement of all parties. Which means that in Indonesian legal system, a person may record conversation by cellphone with one party consent.

Berdasarkan UU ITE, maka rekaman kamera CCTV maupun Rekaman Suara (yang merupakan salah satu bentuk informasi elektronik) dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah baik dalam hukum pidana maupun perdata atau setidak-tidaknya dapat digunakan sebagai penunjang alat bukti di sidang pengadilan sepanjang pengambilan dan/atau pemindahan hasil rekaman kamera CCTVmaupun rekaman Suara dilakukan dengan cara:
1.       Dilakukan sesuai prosedur;
2.       Dilengkapi berita acara pengambilan/pemindahan;
3.       Dilakukan oleh pihak yang berwenang,
4.  Informasi yang ada dalam rekaman kamera CCTV/ rekaman Suara dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan;
5.     Dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Based on ITE Law, CCTV or voice recording (which is a form of electronic information) may be used as valid legal evidence in criminal and civil law or at least as supportive evidence during court hearing, to the extent the taping and/or transfer of CCTV and voice recording:
1.       Is made according to procedure;
2.       Equipped with minutes of taping/transfer;
3.       Made by competent party,
4.       The information are accessible, demonstrable, guaranteeably complete and accountable;
5.       Made for the purpose of law enforcement upon the request of the police, public prosecutor and/or other law enforcing institutions stipulated under law.


#hukum_indah

July 28, 2016

Tax Amnesty - Peraturan Pelaksana UU Pengampunan Pajak - Peraturan No. 118/PMK.03/2016 - #hukum_indah

Peraturan Pelaksana UU Pengampunan Pajak

Menteri Keuangan (“Menteri”) baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 Tahun 2016 (“Peraturan 2016”) tentang Pelaksanaan Undang-Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang PENGAMPUNAN PAJAK (“UU Pengampunan Pajak”) - TAX AMNESTY.[1] Pada intinya, Peraturan 2016 diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 24 (a), (b), (c), (d), dan (e) Undang Undang Pengampunan Pajak, serta menugaskan Menteri untuk menetapkan rincian prosedur teknis yang harus dipatuhi oleh wajib pajak ketika mengajukan permohonan pengampunan pajak, yang meliputi:

a. Subyek dan obyek pengampunan pajak;
b. Surat pernyataan pengungkapan harta dan uang tebusan;
c. Pelunasan tunggakan pajak;
d. Pencabutan atas permohonan dan/atau pengajuan upaya hukum;
e. Fasilitas pengampunan pajak;
f. Penetapan bank persepsi;
g. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan;
h. Penghentian setiap bentuk pemeriksaan terhadap suatu dugaan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
i. Manajemen data dan informasi.
 
Mengingat luasnya cakupan Peraturan 2016, edisi Indonesian Legal Brief (ILB) kali ini membatasi pembahasannya pada huruf (a), (b), dan (e) di atas.

Peraturan 2016 ditujukan untuk setiap wajib pajak perorangan maupun wajib pajak badan (“Wajib Pajak”).


Subyek dan Obyek Pengampunan Pajak
Kebijakan pengampunan pajak yang baru saja diterbitkan dapat dinikmati oleh Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan, kecuali jika mereka sedang menjalani proses peradilan, mengalami penuntutan pidana, atau menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.[2] Pengampunan pajak dapat diberikan untuk tunggakan kewajiban perpajakan berupa Pajak Penghasilan (“PPh”), Pajak Pertambahan Nilai (“PPn”), dan/atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (“PPnBM”) yang belum/belum sepenuhnya diselesaikan oleh Wajib Pajak sampai tahun pajak terakhir(contohnya periode 1 Januari 2015 – 31 Desember 2015).[3]
 
Surat Pernyataan
Untuk memperoleh pengampunan pajak, Wajib Pajak harus mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam surat pernyataan dan menyampaikan surat tersebut kepada Menteri melalui Kantor Pelayanan Pajak (“KPP”) tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat tertentu (antara lain Kedutaan Indonesia di Singapura, Hong Kong, dan lain-lain).[4] Surat Pernyataan ini dibuat dengan menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran A Peraturan 2016 dan memuat informasi berikut:[5]


a. Identitas pemohon (nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak /NPWP, nomor surat izin usaha untuk Wajib Pajak badan, dan lain-lain);
b. Rincian harta, baik yang telah maupun belum/belum seluruhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Terakhir(“SPT PPh Terakhir”);
c. Rincian utang yang telah maupun belum dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir;
d. Nilai harta bersih (nilai dari harta tambahan yang belum/belum sepenuhnya dilaporkan setelah dikurangi nilai utang); dan
e. Penghitungan uang tebusan.

Selain itu, surat pernyataan juga harus dilampiri dengan dokumen-dokumen pendukung berikut ini:[6]

a. Bukti pembayaran uang tebusan dan pelunasan tunggakan pajak;
b. Daftar rincian harta dan utang milik pemohon yang belum dilaporkan (menggunakan format sesuai contoh dalam Lampiran D Peraturan 2016);
c. Surat pernyataan mencabut permohonan dan/atau pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran atau pengurangan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, keberatan, banding, dan peninjauan kembali yang berkaitan dengan penetapan pajak (dengan menggunakan format yang tercantum dalam Lampiran E Peraturan 2016).
 
Surat pernyataan tersebut juga harus ditandatangani oleh Wajib Pajak orang pribadi (untuk Wajib Pajak orang pribadi) atau oleh pimpinan tertinggi badan tersebut, misalnya dewan direksi, komisaris perusahaan, dan semacamnya (untuk Wajib Pajak badan dan penerima kuasa yang ditunjuk mewakili badan tersebut). Surat pernyataan tersebut juga harus disampaikan secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat tertentu sebelum tanggal 31 Maret 2017.[7]

Uang Tebusan
Penghitungan uang tebusan dilakukan berdasarkan formula berikut:[8]

 
(Tarif uang tebusan) x (nilai harta yang diungkapkan)
 
Tarif uang tebusan dibedakan berdasarkan periode penyerahan surat pernyataan dan obyek pengampunan pajak, sebagaimana dijabarkan dalam tabel berikut:[9]
 
Tarif (%)Periode Penyerahan Surat PernyataanObyek Pengampunan Pajak
21 Juli 2016 - 30 September 2016Harta yang berada di dalam maupun di luar wilayah Indonesia yang akan dialihkan ke dalam wilayah Indonesia dan diinvestasikan dalam jangka waktu paling singkat tiga tahun
31 Oktober 2016 - 31 Desember 2016
51 Januari 2017 - 31 Maret 2017
41 Juli 2016 - 30 September 2016Harta yang berada di luar wilayah Indonesia dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Indonesia
61 Oktober 2016 - 31 Desember 2016
101 Januari 2017 - 31 Maret 2017
0.51 Juli 2016 - 31 Maret 2017Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp 4.8 miliar dan memiliki nilai pengungkapan harta kurang dari Rp 10 miliar
2Wajib Pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp 4.8 miliar dan memiliki nilai harta lebih dari Rp 10 miliar
 
 
Wajib Pajak harus membayarkan uang tebusan melalui bank persepsi yang sudah ditetapkanBank persepsi ditunjuk oleh Menteri untuk menerima pembayaran uang tebusan dengan kode akun pajak: 411129 dan kode jenis setoran: 512.[10] Uang tebusan tersebut akan diadministrasikan sebagai pajak penghasilan non migas lainnya.[11] Surat setoran dan/atau bukti penerimaan negara yang telah divalidasi dan diterbitkan nomor transaksi penerimaan negara merupakan bukti pembayaran uang tebusan yang sah oleh Wajib Pajak.[12]

Fasilitas Pengampunan Pajak 
Wajib Pajak yang telah mendapatkan pengampunan pajak dapat menikmati fasilitas-fasilitas berikut:[13]


a. Penghapusan pajak terutang untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian tahun pajak, dan tahun pajak, sampai dengan akhir tahun pajak terakhir (31 Desember 2015), serta penghapusan sanksi administrasi perpajakan terhadap kewajiban perpajakan yang bersangkutan; dan
b. Tidak dilakukan pemeriksaan dugaan tindak pidana perpajakan atas tunggakan kewajiban perpajakan yang terungkap sampai dengan akhir tahun pajak terakhir; dan
c. Penghentian pemeriksaan dugaan tindak pidana perpajakan yang dimulai sebelum pemohon menyampaikan permohonan pengampunan pajak. Penghentian pemeriksaan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pejabat penyidik pegawai negeri sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
 
Selain itu, Wajib Pajak juga harus secepatnya melakukan pengalihan hak atas harta tidak bergerak atau saham yang belum dibaliknamakan menjadi atas nama Wajib Pajak. Pengalihan hak semacam itu dapat dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan apabila dilakukan dalam jangka waktu paling lambat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017.[14]

Agar tidak dikenai pajak penghasilan, Wajib Pajak harus menyampaikan permohonan surat keterangan bebas pajak penghasilan kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan melampirkan:[15]


a. Fotokopi surat pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir atas harta yang dibaliknamakan atas nama Wajib Pajak;
b. Fotokopi akte jual/beli/hibah atas harta yang dibaliknamakan;
c. Surat pernyataan kepemilikan harta yang dibaliknamakan yang telah dilegalisasi oleh notaris; dan seterusnya.
 
Berdasarkan permohonan tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan bebas pajak penghasilan atas penghasilan Wajib Pajak dari pengalihan hak atas harta berupa harta tidak bergerak atau saham dalam jangka waktu paling lama lima hari kerja setelah menerima permohonan yang lengkap.[16]

Peraturan 2016 berlaku sejak tanggal 15 Juli 2016.AP

Download Peraturan nya di link bawah ini:  



[1]Untuk informasi lebih lanjut tentang UU Pengampunan Pajak, lihat ILB No. 2912 dan ILD No. 462.
[2]Pasal 2 (1) dan (4), Peraturan 2016.
[3]Pasal 3 (2) dan (3), Peraturan 2016.
[4]Pasal 3 (1), Pasal 4 (1), dan Pasal 14 (1c) (3), Peraturan 2016.
[5]Pasal 4 (2) dan Pasal 5, Peraturan 2016.
[6]Pasal 13 (6), Peraturan 2016.
[7]Pasal 14 (1b), (1c), (1e), dan (3), Peraturan 2016.
[8]Pasal 9, Peraturan 2016.
[9]Pasal 10, Peraturan 2016.
[10]Pasal 15 (1) dan (3), Peraturan 2016.
[11]Pasal 15 (2), Peraturan 2016.
[12]Pasal 15 (4) dan (5), Peraturan 2016.
[13]Pasal 23 (1), Peraturan 2016.
[14]Pasal 24 (1), (2), dan (3), Peraturan 2016
[15]Daftar dokumen lengkap tercantum dalam Pasal 24 (4) dan (5), Peraturan 2016.
[16]Pasal 26 (1), Peraturan 2016.

June 02, 2016

#hukum_indah: Daftar Negatif Investasi 2016 - Indonesian Investment Negative List 2016

Daftar Negatif Investasi 2016
 
sumber : hukumonline.com  
Setelah melewati proses revisi yang panjang, Pemerintah akhirnya menerbitkan Peraturan Presiden No. 44 tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, yang lazim dikenal sebagai Daftar Negatif Investasi (“DNI 2016”).[1]

DNI 2016 diterbitkan dengan tujuan utama untuk lebih meningkatkan kegiatan penanaman modal di Indonesia dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan dinamika globalisasi ekonomi, sekaligus meningkatkan perlindungan bagi berbagai sektor strategis nasional dan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, serta Koperasi (“UMKMK”).[2] Untuk mencapai tujuan tersebut, DNI 2016 memperbarui sejumlah komponen DNI 2014 yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 39 tahun 2014 (“DNI 2014”).[3]

DNI 2016 ditujukan untuk investor yang sudah ada dan calon investor yang potensial, baik dari dalam maupun luar negeri.

KLASIFIKASI BIDANG USAHA YANG TERBUKA DI BIDANG PENANAMAN MODAL

DNI 2016 membagi kegiatan penanaman modal di Indonesia ke dalam tiga bidang usaha berikut ini:[4]

a.     Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, yaitu bidang usaha yang tidak dibuka untuk kegiatan penanaman modal dalam bentuk apa pun (baik domestik maupun luar negeri), sebagaimana tercantum dalam Lampiran I DNI 2016;
b.     Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, meliputi:
-        Bidang usahya yang dicadangkan untuk UMKMK sebagaimana tercantum dalam Lampiran II DNI 2016; dan
-        Bidang usaha yang tercantum dalam Lampiran III DNI 2016 dan harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut antara lain mengenai batasan kepemilikan (misalnya kepemilikan dalam negeri, luar negeri, atau kepemilikan yang berkaitan dengan MEA), lokasi tertentu, dan perizinan khusus; dan
c.     Bidang usaha yang sepenuhnya terbuka untuk penanaman modal, yaitu bidang usaha yang tidak termasuk ke dalam kategori (a) atau kategori (b) yang telah dijabarkan di atas.

Sebelumnya, DNI 2014 menempatkan bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK dan bidang usaha yang harus memenuhi sejumlah persyaratan tertentu dalam satu kategori yang sama, yakni: “bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal”. Dengan demikian, DNI 2014 hanya memiliki dua lampiran saja.

BIDANG USAHA YANG TERTUTUP DI BIDANG PENANAMAN MODAL

DNI 2016 menambahkan satu bidang usaha baru ke dalam daftar bidang usaha yang tertutup untuk kegiatan penanaman modal dalam negeri maupun asing, yaitu pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam.[5] Bidang usaha lain yang tertutup untuk kegiatan penanaman modal dalam DNI 2016 pada dasarnya sama dengan yang tercantum dalam DNI 2014.

BIDANG USAHA YANG DICADANGKAN UNTUK UMKMK 

DNI 2016 memuat rincian 145 bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK, atau untuk kemitraan dengan UMKMK. Seluruh rincian bidang usaha tersebut pada dasarnya sama dengan ketentuan DNI 2014. Perbedaan utamanya terletak pada pemisahan lampiran dalam DNI 2016 sebagaimana dikemukakan di atas.

Pekerjaan Umum

Hanya dua bidang usaha yang dicadangkan untuk UMKMK, yaitu: 1) jasa konstruksi (jasa pelaksana konstruksi) yang menggunakan teknologi sederhana dan/atau risiko rendah dan/atau nilai pekerjaan tidak lebih dari Rp 50 miliar; dan 2) jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi yang menggunakan teknologi sederhana dan/atau risiko rendah dan/atau nilai pekerjaan tidak lebih dari Rp 10 miliar.[6]

Sebelumnya, pembatasan ini diberlakukan untuk jasa konstruksi dengan nilai pekerjaan paling tinggi Rp 1 miliar.[7]

Perdagangan

DNI 2016 kini mewajibkan pihak yang ingin menjalankan usaha perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet untuk menjalin hubungan kemitraan dengan UMKMK.[8] Sebelumnya, bidang usaha ini dibuka untuk pihak dalam negeri, tetapi tidak memuat kewajiban menjalin hubungan kemitraan dengan UMKMK.[9]

PEMBARUAN PERSYARATAN PENANAMAN MODAL: BATASAN NILAI PENANAMAN MODAL, PERSYARATAN, DAN LOKASI

Secara umum Lampiran III DNI 2016 memuat daftar bidang usaha yang serupa dengan Lampiran II DNI 2014. Akan tetapi, sejumlah ketentuan baru dimasukan untuk mengubah persyaratan penanaman modal yang wajib dipenuhi oleh bidang usaha tertentu, yakni sebagai berikut:

Pertanian

Secara umum, DNI 2016 tidak mengubah batasan nilai penanaman modal asing di bidang usaha pertanian jika dibandingkan dengan DNI 2014. Namun, terdapat perubahan persyaratan penanaman modal asing yang harus dipenuhi untuk jenis bidang usaha pertanian tertentu sebagaimana dijabarkan di bawah ini:

a.     Kewajiban mendapatkan rekomendasi Menteri Pertanian untuk bidang usaha pertanian yang terbuka untuk penanaman modal asing telah diubah, khususnya: 1) Usaha perbenihan dan pembibitan tanaman pangan pokok dengan luas lebih dari 25 Ha; 2) Usaha industri perbenihan perkebunan dengan dengan luas 25 Ha atau lebih; dan lain sebagainya.[10]
b.     Persyaratan berikut telah dibebankan terhadap bidang usaha pertanian yang terbuka untuk penanaman modal asing maksimal 95%: 1) Kewajiban perkebunan plasma sebesar 20% dari keseluruhan area perkebunan investor;[11] atau 2) Bahan baku minimal 20% berasal dari kebun sendiri.[12]

Energi dan Sumber Daya Mineral

DNI 2016 menambahkan beberapa sub-bidang usaha baru yang berkaitan dengan pembangunan dan pemasangan infrastruktur ketenagalistrikan sebagai berikut:[13]

a.     Pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik tegangan tinggi atau ekstra tinggi: penanaman modal asing maksimal 49%; dan
b.     Pembangunan dan pemasangan instalasi tenaga listrik tegangan rendah atau menengah: dicadangkan khusus untuk penanaman modal dalam negeri.

Perindustrian

DNI 2016 menyatakan bahwa industri crumb-rubber tidak lagi dicadangkan khusus untuk penanaman modal dalam negeri.[14] Namun, pelaku usaha tetap harus mendapatkan izin khusus dari Menteri Perindustrian dan memenuhi persyaratan pemenuhan bahan baku berikut ini:[15]

a.     Pemenuhan kebutuhan bahan baku paling kurang 20% dari kapasitas produksi berasal dari kebun sendiri; dan
b.     Pemenuhan kebutuhan bahan baku paling banyak 80% dengan pola kemitraan bersama antara UMKMK dan pelaku usaha, dengan paling sedikit 20% dari luas kebun disisihkan untuk kebun plasma.

Pekerjaan Umum

DNI 2016 menambahkan dua sub-bidang usaha baru yang berkaitan dengan bidang usaha pekerjaan umum, yaitu:

1.     Jasa konstruksi (jasa pelaksana konstruksi) yang menggunakan teknologi tinggi dan/atau risiko tinggi dan/atau nilai pekerjaan lebih dari Rp 50 miliar: penanaman modal asing maksimal 67% untuk negara bukan anggota ASEAN atau 70% untuk negara anggota ASEAN; dan
2.     Jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi yang menggunakan teknologi tinggi dan/atau risiko tinggi dan/atau nilai pekerjaan lebih dari Rp 10 miliar: penanaman modal asing maksimal 67% untuk negara bukan anggota ASEAN atau 70% untuk negara anggota ASEAN.

DNI 2016 tidak lagi mencantumkan Jasa bisnis/jasa konsultansi konstruksi yang menggunakan teknologi tinggi dan/atau risiko tinggi dan/atau nilai pekerjaan lebih dari Rp 1 miliar sebagai salah satu sub-bidang usaha.[16]

Perdagangan

Sejumlah perubahan berikut telah ditetapkan dalam DNI 2016 terkait dengan persyaratan penanaman modal untuk bidang usaha perdagangan:

a.     Daftar ini tidak lagi mencantumkan penjualan langsung melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan mitra usaha(Direct Selling) dan pialang berjangka, yang berarti kedua bidang usaha tersebut kini seluruhnya terbuka untuk kegiatan penanaman modal;[17]
b.     Daftar ini ditambah satu bidang usaha baru, yaitu: department-store dengan luas lantai penjualan 400m2 sampai 2,000m2. Bidang usaha ini sekarang terbuka untuk penanaman modal asing maksimal 67% dan wajib mendapatkan izin dari Menteri Perdagangan, sepanjang department store tersebut bertempat di dalam mal dan penambahan gerai (outlet store) baru dilakukan berdasarkan pay performance; dan [18] 
c.     Meningkatkan besaran penanaman modal asing maksimal untuk pergudangan atau perdagangan distributor yang tidak terafiliasi dengan produksi dari 33% menjadi 67%.[19]

Pariwisata dan Ekonomi Kreatif

DNI 2016 juga memuat sejumlah perubahan terhadap bidang usaha pariwisata sebagai berikut:[20]
 
No.Subbidang UsahaBatas Penanaman Modal Asing Maksimal
DNI 2016DNI 2014
1Hotel non-bintang sampai bintang dua dan pengelolaan situs peninggalan sejarah (contoh: candi, keraton).67%51%
2Motel, gelanggang bowling, rumah biliar, lapangan golf, dan lain-lain.67%, atau 70% untuk negara anggota ASEAN49%, atau 51% untuk penanam modal asing yang menjalin kemitraan dengan UMKMK
3Pengelolaan museum dan jasa boga (catering).67%, atau 70% untuk negara anggota ASEAN51%

DNI 2016 juga tidak lagi mencantumkan jasa pembuatan film sebagai salah satu sub-bidang usaha (yang meliputi: rumah produksi, fasilitas distribusi dan produksi film, studio rekaman). Artinya bidang usaha ini sekarang terbuka sepenuhnya untuk penanaman modal asing.[21]

Komunikasi dan Informatika

DNI 2016 meningkatkan batas maksimal penanaman modal asing dari 49% menjadi 67% untuk bidang usaha berikut ini:[22]

a.     Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi tetap;
b.     Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak;
c.     Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang terintegrasi dengan jasa telekomunikasi;
d.     Penyelenggaraan jasa telekomunikasi layanan content (ring tone, sms premium);
e.     Pusat layanan informasi (call centers)
f.      Jasa akses Internet (Internet service provider);
g.     Jasa sistem komunikasi data;
h.     Jasa Internet telepon untuk keperluan publik; dan
i.      Jasa berbasis multimedia lainnya.

Keuangan 

DNI 2016 menambahkan tiga bidang usaha baru di sektor keuangan, yaitu: perusahaan pembiayaan investasi, perusahaan pembiayaan modal kerja, dan perusahaan pembiayaan multiguna. Bidang usaha ini terbuka untuk penanaman modal asing maksimal 85%.[23] Selain itu, DNI 2016 menghapuskan dana pensiun dari daftar, sehingga bidang usaha yang bersangkutan sekarang sepenuhnya terbuka untuk kegiatan penanaman modal.

DNI 2016 mencabut dan menggantikan DNI 2014.

DNI 2016 berlaku sejak tanggal 18 Mei 2016
 
Link Peraturan:
 

Lampiran PERPRES No 44 Tahun 2016


[1]Sebenarnya pemerintah telah mempersiapkan rancangan Peraturan Presiden tentang DNI 2016 sejak bulan Februari 2016. Naskah rancangan peraturan ini telah dibahas secara singkat dalam ILB No. 2818. 
[2]Konsiderans, huruf (b), DNI 2016.
[3]Untuk informasi lebih lanjut tentang peraturan ini, lihat ILB No. 2396 dan ILD No. 357.
[4]Pasal 2 sampai 6, DNI 2016.
[5]Lihat: No. 2 dan No. 3, Lampiran I DNI 2016.
[6]Lihat: No. 136 dan No. 137, Lampiran II DNI 2016.
[7]Lihat: No. 1, Tabel 7, Lampiran II DNI 2014.
[8]Lihat: No. 138, Lampiran II DNI 2016.
[9]Lihat: No. 2, Tabel 8, Lampiran II DNI 2014.
[10]Bandingkan: Tabel A No. 1 sampai 109 Lampiran III DNI 2016 DNI dengan Tabel 1 No. 1 sampai 17 Lampiran II DNI 2014.
[11]Perkebunan plasma merupakan kerjasama antara petani setempat dengan pelaku usaha. Lihat: Tabel A No. 13 sampai 60 Lampiran III DNI 2016.
[12]Lihat: Tabel A No. 61 sampai 74, Lampiran III DNI 2016.
[13]Lihat: Tabel D No. 150 dan 151, Lampiran III DNI 2016.
[14]Lihat: Tabel 5 No. 36, Lampiran II DNI 2014.
[15]Lihat: Tabel D No. 165 Lampiran III DNI 2016.
[16]Bandingkan Tabel G No. 175 dan 176 Lampiran III DNI 2016 DNI dengan Tabel 7 No. 4 Lampiran II DNI 2014.
[17]Tabel 8 No. 1 dan 11, Lampiran II DNI 2014.
[18]Tabel H No. 181, Lampiran III DNI 2016.
[19]Bandingkan Tabel H No. 196 dan 197 Lampiran III DNI 2016 dengan Tabel 8 No. 4 Lampiran II DNI 2014.
[20]Tabel I No. 225, Lampiran III DNI 2016.
[21]Tabel 9 No. 10 sampai No. 15, Lampiran II DNI 2014.
[22]Bandingkan Tabel K No. 284 sampai 292 Lampiran III DNI 2016 dengan Tabel 11No. 4 Lampiran II DNI 2014.
[23]Tabel L No. 301 sampai 303, Lampiran III DNI 2016.

April 21, 2016

#hukum_indah : Kepemilikan Property oleh WNA (Property Ownership by Foreigner) - Permen ATR No 13 Tahun 2016

Kepemilikan Property oleh WNA Diatur Lebih Lanjut

sumber : hukumonline.com

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (“Menteri”) telah menerbitkan Peraturan No. 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan atau Pengalihan Hak Atas Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“Peraturan 2016”).
 
Peraturan 2016 diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 Peraturan Pemerintah No. 103 tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia (“Peraturan 2015”),[1] karena membutuhkan pedoman lebih lanjut mengenai pengaturan orang asing yang berdomisili di Indonesia (“Orang Asing”) dan bermaksud untuk memiliki properti hunian, serta melepaskan atau mengalihkan hak kepemilikan properti hunian tersebut.
 
Sebelumnya permasalahan ini diatur dalam Peraturan Menteri No. 7 tahun 1996, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri No. 8 tahun 1996 (secara bersama-sama disebut sebagai “Peraturan 1996”).
 
Kepemilikan Properti 
 
Orang Asing yang tinggal, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia, atau yang secara umum dianggap memiliki manfaat bagi negara, kini diperbolehkan untuk memiliki properti berdasarkan hak atas tanah berupa hak pakai,[2] sepanjang Orang Asing tersebut memiliki izin tinggal yang masih berlaku.[3]
Peraturan 2016 menetapkan dua jenis properti yang dapat dimiliki oleh Orang Asing, yaitu:[4]
a.     Rumah tunggal yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan, atau hak milik; atau
b.     Satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah negara.
 
Patut dicatat bahwa Orang Asing hanya dapat membeli rumah atau satuan rumah susun langsung dari pihak pengembang atau pemilik tanah. Dengan kata lain, Orang Asing dilarang untuk membeli rumah dari tangan kedua.[5] Selain itu, Orang Asing hanya dapat membeli properti dengan batasan harga minimal tertentu. Batasan harga ini dibedakan lebih lanjut berdasarkan jenis dan lokasi properti yang bersangkutan, sebagaimana tercantum dalam tabel berikut:[6]
 

Property Ownership by Foreigner in Indonesia
 
Peraturan 2016 juga mensyaratkan bahwa setiap pembelian rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik hanya dapat dilakukan berdasarkan perjanjian yang dibuat di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Perjanjian ini kemudian harus dicatatkan dalam dokumentasi tanah yang bersangkutan (berupa buku tanah dan sertifikat hak atas tanah).[7]
 
Sebelumnya, Orang Asing tidak perlu memiliki izin tinggal dalam rangka: (i) membangun atau membeli rumah di atas tanah hak pakai atas tanah negara atau tanah hak milik, tanah hak sewa untuk bangunan, atau tanah hak milik; atau (ii) membeli satuan rumah susun di atas tanah hak pakai atas tanah negara. Terlebih lagi, Peraturan 1996 tidak mengatur mengenai pembelian rumah atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pengelolaan oleh Orang Asing.[8]
 
Peraturan 1996 tidak memuat ketentuan mengenai Orang Asing yang bermaksud membeli properti baru secara langsung dari pengembang atau pemilik tanah (pembelian tangan pertama) maupun batasan harga untuk jenis properti yang berbeda. Akan tetapi, Peraturan 1996 menyatakan bahwa Orang Asing dilarang untuk memiliki sebidang property yang termasuk jenis rumah sederhana dan sangat sederhana.[9]
 
Peralihan dan Pelepasan Hak Kepemilikan Properti
 
Properti yang dibeli oleh Orang Asing juga dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Namun patut dicatat bahwa Orang Asing wajib mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak berikut sebelum properti tersebut dapat dijadikan jaminan:[10]
 
a.     Pemegang hak milik, jika properti yang akan dibebani hak tanggungan dibangun di atas tanah hak pakai atas hak milik;
b.     Pemegang hak pengelolaan, jika properti yang akan dibebani hak tanggungan dibangun di atas tanah hak pakai atas hak pengelolaan.
 
Selain jaminan hak tanggungan, Orang Asing juga dapat mengalihkan hak kepemilikan properti mereka. Dalam hal pengalihan yang terjadi akibat pewarisan, ahli waris Orang Asing tersebut harus mempunyai izin tinggal di Indonesia yang masih berlaku.[11] Orang Asing, atau ahli warisnya, juga wajib melepaskan atau mengalihkan hak kepemilikan properti mereka kepada pihak lain yang memenuhi syarat dalam jangka waktu paling lambat satu tahun apabila tidak lagi memiliki izin tinggal yang sah, atau apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemegang hak berdasarkan keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.[12]
 
Jika kepemilikan properti tersebut belum dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka langkah-langkah berikut dapat dilakukan:[13]
 
a.     Untuk rumah yang dibangun di atas tanah hak pakai: rumah tersebut akan dilelang oleh negara dan hasilnya diberikan kepada pemilik rumah yang terakhir;
b.     Untuk rumah yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah hak milik: status kepemilikan tanah akan dialihkan kepada pemegang hak milik.
                                                        
Peraturan 1996 tidak memuat ketentuan tentang peralihan atau pelepasan hak kepemilikan properti oleh Orang Asing yang dikemukakan di atas. Namun, Peraturan 1996 memperbolehkan properti tersebut untuk disewakan kepada perusahaan Indonesia berdasarkan perjanjian.[14]
 
Peraturan 2016 mencabut dan menggantikan Peraturan 1996.
 
Peraturan 2016 diterbitkan pada tanggal 21 Maret 2016
.
Link Peraturannya ini:

Peraturan Menteri ATR No. 13 tahun 2016 
Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015


[1]Untuk keterangan lebih lanjut tentang peraturan ini, lihat ILB No. 2797 dan ILD No. 446.
[2]Hak atas tanah ini memberikan pemililknya hak untuk menggunakan serta memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain berdasarkan hak atas tanah berupa hak milik. [Pasal 41 (1), Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria].
[3]Pasal 1 (1) dan Pasal 2 (1) dan (2), Peraturan 2015 | Untuk informasi lebih lanjut mengenai izin tinggal orang asing, lihat ILB No. 2450 dan ILD No. 307.
[4]Pasal 1 (1) dan (2), Peraturan 2016.
[5]Pasal 2 (1), Peraturan 2016.
[6]Pasal 2 (2), Peraturan 2016.
[7]Pasal 1 (3) dan (4), Peraturan 2016.
[8]Pasal 2 (1), Peraturan 1996.
[9]Pasal 2 (2), Peraturan 1996.
[10]Pasal 4, Peraturan 2016.
[11]Pasal 5, Peraturan 2016.
[12]Pasal 6 (1) dan (2), Peraturan 2016.
[13]Pasal 6 (3) sampai (5), Peraturan 2016.
[14] Pasal 3, Peraturan 1996.