#hukum_indah


“... Studies of Law is not always could be in theory ...
because the Law is essentially the logic ....
And the law isn't a rote course only ....

Translate

October 10, 2016

REKAMAN SUARA DAN REKAMAN CCTV SEBAGAI ALAT BUKTI / VOICE AND CCTV RECORDED AS EVIDENCE

Mumpung ramai tentang CCTV atau merekam suara yang dijadikan alat bukti dalam hukum Indonesia.. maka mari sama2 kita telaah.. 

#hukum_indah

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik “UU ITE”), UU ITE telah mempertegas kedudukan rekamanCCTV/Suara sebagai salah satu InformasiElektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang merupakan perluasan dari alat bukti yang sah. Oleh karena itu, rekaman telepon/cctvdapat saja dijadikan sebagai alat bukti dalam perkara perdata maupun pidana.

Based on the provision of Article 5 of Law Number 11 Year 2008 on Electronic Information and Transaction (“ITE Law”), ITE Law has reiterated the function of CCTV/Voice recording as a type of Electronic Information which may be used as evidence which adds to valid exhibits. Therefore phone recording/cctv may be treated as evidence in civil and criminal cases.  

Pengaturan tindak pidana cyber dalam konteks hukum materil mengacu pada European Convention on Cybercrime, 2001. Pasal 31 UU ITE mengatur mengenai intersepsi ilegal, sebagai berikut.
 Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Regulation of cyber crimes in substantive law refers toEuropean Convention on Cybercrime, 2001. Article 31 of the ITE Law regulates illegal interception as follows.
 Article 31
(1) Any person who  intentionally, unlawfully and illegally intercepts or records Electronic Information and/or Document in other person Computer and/or certain Electronic System.
(2) Any person who  intentionally, unlawfully and illegally intercepts transmission of non-public Electronic Information and/or Document from, to and inside other person Computer and/or Electronic System, whether resulting in no or any modification, deletion or obstruction of transmitted Electronic Information and/or Document.
(3) Except for interception as intended in paragraphs (1) and (2), interceptions in the context of law enforcement upon request from police,  public prosecutor upon police request, or other law enforcers stipulated by laws.

 Penjelasan Pasal 31 UU ITE mengatur bahwa: 
Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Elucidation of Article 31 sets forth that: 
interception or bugging” shall be the act of listening, taping, diverting, modifying, inhibiting and/or recording non-public Electronic Information and/or Document transmission by cable or wireless communication network, such as electromagnetic relay or radio frequency.

Berdasarkan definisi yang diatur dalam UU ITE maka realita berupa suara atau kejadian yang direkam dalam satu tape recorder atau kamera bukanlah data elektroik, bukan Informasi Elektronik dan bukan Dokumen Elektronik. Kamera atau tape recorder tersebut merekam kejadian atau suara dengan mengubahnya menjadi Informasi dan Dokumen Elektronik.

Based on definition set forth in ITE Law, reality in the form of voice or events recorded in a tape recorder or camera does not constitute electronic data, information and document. Such camera or tape recorder records events or voices by changing them into Electronic Information and Document.

Dengan perkataan lain suara yang diucapkan pada waktu kejadian masih belum termasuk dalam Informasi atau Dokumen Elektronik. Oleh karena itu,perekaman terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan kamera, CCTV, ataupun Tape Recording yang dimaksud bukanlah termasuk dalam pelanggaran Pasal 31 UU ITE.

In other words, voices spoken during the event cannot yet be categorized as Electronic Information or Document. Therefore direct recording of real events by camera, CCTV or tape recording cannot be deemed as breach of Article 31 of ITE Law.

Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa dalam sistem hukum di Indonesia belum terdapat pengaturan yang tegas apakah perekaman suara atau kejadian tersebut harus dilakukan berdasarkan persetujuan kedua belah pihak atau cukup salah satu pihak saja.

It has to be considered as well that in Indonesian legal system, there is yet an express regulation as to whether a recording of voice or event is made based on mutual agreement or unilaterally.

Berdasarkan perundang-undangan yang sayatelaah, tidak ada ketentuan yang secara tegas melarang perekaman pembicaraan tanpa adanya persetujuan dari semua pihak. Artinya,dalam sistem hukum di Indonesia, dimungkinkan seseorang untuk merekam pembicaraan melalui handphone hanya  dengan persetujuan salah satu pihak (One-party consent ).

Based on the laws and regulations I have reviewedthere is no provision expressly prohibiting recording of conversation without the agreement of all parties. Which means that in Indonesian legal system, a person may record conversation by cellphone with one party consent.

Berdasarkan UU ITE, maka rekaman kamera CCTV maupun Rekaman Suara (yang merupakan salah satu bentuk informasi elektronik) dapat digunakan sebagai alat bukti hukum yang sah baik dalam hukum pidana maupun perdata atau setidak-tidaknya dapat digunakan sebagai penunjang alat bukti di sidang pengadilan sepanjang pengambilan dan/atau pemindahan hasil rekaman kamera CCTVmaupun rekaman Suara dilakukan dengan cara:
1.       Dilakukan sesuai prosedur;
2.       Dilengkapi berita acara pengambilan/pemindahan;
3.       Dilakukan oleh pihak yang berwenang,
4.  Informasi yang ada dalam rekaman kamera CCTV/ rekaman Suara dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan;
5.     Dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Based on ITE Law, CCTV or voice recording (which is a form of electronic information) may be used as valid legal evidence in criminal and civil law or at least as supportive evidence during court hearing, to the extent the taping and/or transfer of CCTV and voice recording:
1.       Is made according to procedure;
2.       Equipped with minutes of taping/transfer;
3.       Made by competent party,
4.       The information are accessible, demonstrable, guaranteeably complete and accountable;
5.       Made for the purpose of law enforcement upon the request of the police, public prosecutor and/or other law enforcing institutions stipulated under law.


#hukum_indah